untuk Skripsi

Bismillah, tulisan ini sebagian keluh-kesah, sebagian menceritakan kebodohanku, sebagian lagi mungkin dapat menjadi pembelajaran dan setitik solusi jika kalian sedang ada di posisi yang sama denganku saat itu. Sesuai dengan judul tulisan ini, berbagai aksara dalam kalimat yang akan kalian baca adalah pengalamanku selama mengerjakan tugas akhir di masa perkulihan ini. Oh iya, perkenalkan, nama aku Niken, aku angkatan 2016 dan berkuliah di UII dengan program studi kimia. Alhamdulillah aku sudah sidang akhir pada 16 Juli 2020 dan sedang membereskan administrasi yudisium.


Ada dua titik di mana aku benar-benar jatuh saat mengerjakan tugas akhir kuliah yang dinamakan skripsi ini.

Pertama, bulan Maret 2020, di mana subjek penelitanku (tikus percobaan) tidak diabetes dan mati satu persatu. Waktu itu covid-19 sedang meledakkan kekhawatiran tinggi-tingginya, kampus tuutp secara tiba-tiba, alhasil laboratorium pun ikut tutup sementara dengan waktu yang tidak pasti. Aku benar-benar jatuh, bingung, dan tak tahu harus bagaiamana. Rasanya menyesal sekali mengambil judul penelitian ini, mau berganti uji juga teramat ragu apalagi laboratorium tidak mendukung, mau berhenti juga tidak mungkin, itu kan artinya cari mati. Seharian itu aku hanya menangis, aku bingung, apa salah aku sampai tikusnya tidak diabetes padahal aku sudah mengikuti dosis yang dianjurkan, sudah menaikkan dosis malah mati, sesuai dosis juga tidak berefek apapun malah menghabiskan biaya dan juga menambah tingkat stress hewan ujiku. Aku memikirkan berapa banyak dosa yang aku lakukan, mungkin aku mengdzolimi temanku atau orang lain hingga secara tidak sadar mereka mengutukku? Aku minta maaf waktu itu, ya di status whatsapp sih, siapapun yang membaca aku minta maaf. Pagi menangis, siang menangis, sore menangis, malam menangis. Akhirnya aku mulai bangkit, capek juga kan nangis terus, ya udah mulai membaca lagi, membuat berbagai rencana supaya bisa membuat hewan ujiku diabetes. Mencoba untuk pasrah dan ikhlas, "Ya Allah aku pasrah saja, jika tidak diabetes ya aku coba lagi, coba lagi, dan coba lagi."
Alhamdulillah, bagian uji tersebut dapat dijalankan dan lancar pula meskipun hasilnya tidak sempurna dan data yang berantakan. 

Kedua, bulan Juli 2020, di mana naskah skripsiku tidak juga mendapatkan 'acc' dari dosen pembimbing keduaku. Semester delapan habis dalam beberapa minggu ke depannya, padahal aku belum sidang, sedangkan dosen pembimbing satu sudah memberikan lampu hijau dan menyarankan untuk latihan ujian. Awalnya aku merasa santai, tapi setiap malam mimpiku benar-benar buruk, saat sadar aku selalu ditanya oleh mamihku, "Mbak gimana? Sudah dibalas dosennya belum? Sidangnya jadi kapan?". Di alam mimpi aku juga ditanya oleh sosok antah berantah, "jadi kapan mbak sidangnya?". Itu benar-benar menggangguku, aku tidak sadar bahwa dengan tekanan kecil seperti itu membuatku mengerjakan revisi dengan gugup, buru-buru, tidak teliti. Alhasil setiap kali mengirimkan revisi skripsi ke dosen ya tentu saja ada saja salahnya, hingga dosenku memberikan note panjang dengan kalimat yang membuatku TTENG begitu.  

Saya tidak mau menuliskan lagi. Jangan buru-buru.
Itu benar-benar menusuk padaku, aku jatuh kembali. Merasa seperti orang bodoh yang tak tahu malu, semalaman aku menangis. Aku takut salah lagi, malah lebih banyak, aku takut dosenku marah dan merasa bahwa anak bimbingannya benar-benar ceroboh hingga tidak memperhatikan dengan benar, ya memang sih T_T. Sampai akhirnya aku bilang ke mamih, jangan tanya kapan sidang dulu, jangan tanya kapan skripsinya selesai dulu. Sebenarnya itu tidak membuatku lega, hanya emosi sesaat untuk meluapkan bahwa aku merasa gagal. Akhirnya malam itu aku lembur, untuk mencari semua kesalahan naskah skripsiku, membenarkan apa yang salah dan mencari kalimat serta solusi untuk masalah tersebut. Keeseokan harinya aku mulai mengetik di laptopku, kembali berkonsultasi secara obrolan whatsapp, bertanya apakah ini benar bu, jika begini bagaimana bu, hingga akhirnya selesai juga revisian tersebut selama tiga hari. Waktu yang cukup singkat juga sih, tapi mau bagaimana, aku merasa sudah layak dikirimkan. Alhamdulillah, beberapa hari kemudian ada sebuah pesan di whatsapp yang sangat menyenangkan. Akhirnya naskah skripsiku siap untuk maju sidang.
Target kuliahku tidak terealisasi, dulu inginnya 3,5 tahun, ternyata tidak bisa, ya tidak apa-apa. Dulu, inginnya skripsi maksimal lima bulan, tapi tidak terealisas, ya tidak apa-apa. Dulu, inginnya semua lancar tanpa ada drama dan tangisan, ternyata tidak juga, ya tidak apa-apa. Bersyukurnya semua ini dapat selesai meski harus bercucuran air mata, kecewa, dan bingung entah bagaimana.

Saat-saat terjatuhku, aku benar-benar bingung, mencari letak kesalahanku, mencari bagaimana aku bisa sedikitnya lega dan mencari tempat bercerita yang inginnya tepat. Aku bercerita entah ke siapa saja yang kurasa tepat, padahal tidak, malah membuatku seperti orang bodoh saja. Meski begitu aku tidak begitu menyesal bercerita dengan beberapa orang yang bahkan tidak membuatku lega atau bagaimana. Tentu saja, aku juga bercerita pada sahabatku, walaupun tidak menyelesaikan masalah penelitianku, tetapi dengan bercerita dengannya membuatku sedikit lega dan kembali bangkit lagi. Dia bilang istirahat dulu, tidak apa-apa bersandar dan butuh bantuan orang lain, aku tidak sendiri di dunia ini, masalah akan selesai meski tidak instan dan berliku.

Aku tahu banyak sekali letak kesalahanku, dari memilih judul skripsi yang sebagian bukanlah ranah displin ilmuku, kemudian bukannya merasa haus ilmu dan bodoh ilmu tersebut, aku malah asal comot metode tanpa belajar lebih dulu. Bukannya aku terus bertanya dengan dosenku, aku malah iya-iya saja, sok tahu dan menyesal saat masalah itu datang. Aku membaca saat aku ada masalah dan ingin menyerah, bukan membaca dan mencari sebelum melakukan sesuatu. Bukan melalukan trial and error, malah melakukan error, crying, and then trial hahaha. Aku membaca saat buntu sekali dan menyesal, bukan saat masalah datang aku cari solusi dengan kepala dingin, malah menyalahkan kenapa aku ambil skripsi ini seperti orang dungu dan congkak ilmu. Ya, semua kembali ke diri sendiri. Masalah paling utama adalah aku merasa Tuhan terlalu memanjakanku karena selama ini setiap menjalankan jenjang pendidikanku, aku tidak bermasalah apapun, semua mengalir seperti air, dan benar saja saat masalah itu datang aku tidak siap apa-apa, aku bingung mau bagaimana, dan aku menyalahkan keadaan padahal aku sendiri yang tidak memberikan usaha lebih untuk mengerjakan semua tugas ini. Beruntungnya aku memiliki teman yang baik, keluarga yang mendukung, dan hal-hal baik lainnya. Aku bisa kembali mengerjakan tugas ini dan menyelesaikannya dengan baik.

Tidak apa-apa jika mengerjakan sesuatu yang di luar zona aman kalian, di luar displin ilmu kalian, asal kalian belajar dengan benar, tekun, dan ikhlas, semuanya akan menyenangkan. Masalah pasti akan datang, meskipun kalian berselancar nyaman di zona aman kalian, masalah tetap akan datang. Tenang saja, manusia memiliki otak untuk berpikir dan hati untuk merasa, serta ada jutaan alasan baik yang mendukung kalian untuk menyelesaikan masalah. Jadi, semangat dan berceritalah jika ada masalah, jangan dipendam sendiri dan terimalah semua respon yang diberikan orang lain saat kalian bercerita padanya. Respon negatif dapat kalian ubah menjadi lebih positif, respon positif jadikanlah penyemangat dan bensin solusi masalah kalian.

Sekian curahan hati aku, terus hiduplah dan bertahan untuk menyelesaikan masalah kalian ya!

-Ken, 2020.

((ditulis pada 11 Juli 2020, sidang 16 Juli 2020, pulang kampung ke tanah asal 31 Juli 2020)

tulisan baru, diketik pada 30 Juli 2020, 14 hari setelah sidang akhir.



Waw, sidang online yang sudah berlalu dua minggu lalu benar-benar menjadi salah satu hal konyol yang aku lakukan. Bersyukur sekali ada teman-teman yang setia di sampingku jika ada sesuatu yang sulit, tentu saja benar adanya, listrik mati, wifi mati, laptop habis baterai, ponsel pun ikut istirahat karena tak memiliki energi listrik apapun.
Allah maha baik, Yuli pagi-nya beli kuota dan dia belum menghapus zoom di ponselnya, dengan cekatan Yuli dan Rona menghubungi dosen pembimbingku dan meminta untuk berganti zoom dengan ponsel Yuli. Aku sudah sedikit pesimis dengan feedback pada sidang skripsiku, kacau, penuh kebanyolan diriku sendiri, tak seperti sidang yang sepertinya orang dewasa lakukan (maksudku mahasiswa tingkat akhir, kan termasuk kategori dewasa hehe..).
Alhamdulillah, nilaiku memuaskan, jauh di atas ekspektasiku. Aku benar-benar berterima kasih pada diriku sendiri yang sudah menyelesaikan tugas akhir ini, kepada kedua ibu dosen pembimbing yang selalu sabar dan membantuku menyelesaikan tugas akhir ini, dan kepada kedua dosen penguji skripsiku yang suabar menghadapi layar laptop dan mendengar ocehan kurang jelasku saat sidang online berjalan, dan tentu saja sangat-sangat berterima kasih kepada teman-teman squad chill and grill yang selalu ada dan membantu dan juga teman-teman jambanskuu, tempe mendoan, serta Anne <33333
 

Komentar

  1. makanya ibu, sebelum sidang semua alat elektronik buat nge zoom di charger dolooo

    BalasHapus
    Balasan
    1. HEHEHEHEHEHEHEHEHHEHEHEHEHEHEHEHE KAN KAN GATAUUU BAKAL MATI LISTRIK :)))))

      Hapus

Posting Komentar