He is not...

When you realized that he is not the one who you like, but, you just like to act that way. You are too excited to meet him in real life, stand beside him, and see his smile from ear to ear.





Dan, ketika aku menulis di potongan lembaran HVS itu, benar, ‘your smile is too sweet to handle’.
Benar, “His smile is too sweet.”
And I like it.
Dan, mataku tak pernah berkhianat, jika senyumannya terlalu manis. Ha-ha-ha.
Ini adalah kelanjutan dari tulisan yang aku upload tanggal 30 Juni 2019 lalu. Sudah 16 hari berlalu, dan aku masih ingin menuliskannya. Because, it was my first time to did such a thing. A bit crazy one.
Karena, dalam hidupku tak pernah terbayang bahwa aku akan memberikan serangkai bunga, meski bunga itu hasil uang bersama, kepada seorang kakak tingkat yang tak dapat kusebutkan namanya. Ha-ha-ha.
Aku bingung akan melanjutkan kisah tak penting ini dari mana, hm? Bagaiman jika setelah paragraf terakhir dari postingan sebelumnya? Jika, kalian lupa, atau bahkan belum membacanya, aku kutip di bawah ini ya.
“Jangan lupa dibaca suratnya ya mas!” ujarku lagi, aku tahu dia tidak mendengarnya. Fokusnya sudah terpecah.
Aku kembali ke tiga temanku berada. Tawa masih berderai dari bibir mereka. Aku juga tertawa. Menertawakan ketidakwarasanku sendiri. Entah aku memang setengah waras atau aku menikmati ini semua. Because, it was once in a lifetime. Kan, siapa tahu aku tidak akan melakukan hal setengah gila seperti itu lagi?
Jujur saja, aku merasa kasihan dengan kakak tingkat yang tidak dapat disebutkan namanya. Jika aku berada di posisinya, aku pasti risih berat, di luar aku bergender perempuan loh. Maaf ya mas, memang aku tidak tahu malu, bukannya di simpan sendiri, malah dijadikan tulisan menye-menye di platform medium. Kuharap kamu takkan pernah membacanya, karena aku yakin kamu pasti akan mengira aku gila. Ya, ya, memang aku tidak sepenuhnya waras sih.
Lalu, dengan menggelikannya, aku bercerita pada mereka bagaimana aku memberikan bunga kami. “Aku salaman sama dia!” pekikku tertahan dengan derai tawa.
Ya, se-excited itu. Aku peragakan secara detail di depan mereka bertiga.
“Mau foto bareng enggak?” tanya salah satu temanku.
“Enggak lah. Enggak mau!” ujarku.
Sekarang fokusku berubah mencari dua perempuan kakak tingkatku yang juga diwisuda hari itu. Bah, hampir 15 menit mencari, tak bertemu juga para bidadari itu. Padahal aku sudah membeli bunga untuk mereka. Teman lelaki yang lain datang, “Mau foto enggak?” tanyanya. Tentu saja teman julid satu itu menanyaiku terkhususnya.
“Enggak. Enggak.”
Eh, datang lah teman yang lain.
Entah siapa yang memulai, kami mendekati si kakak tingkat, dan proses foto tersebut berjalan begitu saja. Aku berdiri di samping kirinya, temanku di samping kanannya, temanku lainnya di samping kiriku. Wah, aku dekat sekali dengan dirinya. Jantungku berdebar tak karuan, jujur saja. Ha-ha-ha.
Sambil menunggu kamera ponsel siap, aku iseng bertanya. Tentu saja mendongak, dia kan tinggi menjulang seperti bintang di langit yang tak dapat digapai. Dasar aku, pungguk merindukan bulan.
“Mas, lihat mbak (…) dan mbak (…)?”
“Oh enggak.”
“Tapi mereka wisuda kan?”
“Iya, wisuda bareng kok.”
T O L O N G
YA
Jarak terdekat yang pernah aku rasakan dengan dirinya. Ha-ha-ha. Dilihat sedekat itu benar-benar membuat debaran jantungku semakin cepat. Sekali lagi ya kawan, his smile is too sweet to handle.
DOR.
Dunia terasa berputar. Aku pusing.
Mungkin, seperti inilah jika aku bertemu dengan Onew (saat aku masih menjadi fans-nya) atau akan seperti inikah jika aku bertemu dengan YoungK Day6? Atau bahkan Ronzzykevin? Ha-ha-ha.
Tidak berhenti di situ. Aku akhirnya bertemu dengan mbak (…), setelah berfoto bersama, si mbak (…) meminta tolong padaku untuk memotretnya bersama kawannya. Tentu saja aku membantu.
Mundur beberapa langkah.
Hampir saja bertabrakan dengan orang-orang di belakangku.
Aku menoleh ke belakang, siapa sangka ternyata kakak tingkat yang tidak dapat disebutkan namanya masih berdiri di sana, berfoto ria dengan sanak keluarga.
Aku semakin meleleh saja. Ha-Ha-Ha.
Yang perlu kuberi garis bawah dalam tulisan ini adalah…sejujurnya aku tak punya perasaan lebih padanya. Jika saja, jika saja, perasaan itu ada, mungkin aku dengan mudah mengiyakan pikiran teman-teman. Jika saja respon ekspresi wajah, ucapan bibir, dan respon tubuh yang kutunjukkan pada teman-temanku yang artinya aku menyukainya itu benar, pasti akan lebih mudah.
Lebih mudah berhadapan dengan perasaan ini. Sayangnya tidak. Semua itu hanya respon fisik. Perasaanku tidak seperti itu. Perasaanku masih pada orang yang sama, yang dahulu beberapa kali berperan dalam cerita-cerita pendekku, dan yang sekarang beberapa kali muncul dalam mimpiku, bahkan muncul dalam pikiranku yang sedang kosong.
Sayangnya, perasaan itu, perasaan yang harus benar-benar aku pendam. Perasaan tidak tahu diri yang tidak tahu tempat.
Because, he is not my guilty pleasure.
He is not my crush.
He is not my forever crush.
He is just a kakak tingkat whose smile is too sweet to handle.
Selamat menjalani kehidupan setelah perkulian S1 kak, mas, atau aa’.
May Allah bless your life and be happy forever, because that smile is too bright to lose from your face.
Sincerely, Ken.

Note : sudah diposting di medium.com dengan judul yang sama pada tanggal 16 Juli 2019 (this link).

Komentar