Ucapan Terakhir




Tepat satu tahun dari terakhir kalinya bapak ngucapin selamat ulang tahun untuk aku, anak tirinya yang belum berbakti sama sekali.
Memang benar lirik lagu yang didendangkan musisi dangdut Indonesia, Rhoma Irama. 


Kalau sudah tiada, baru terasa
Bahwa kehadirannya, sungguh berharga

Aku ingat sekali, aku ada di kantor Himmah waktu itu, malam itu, merayakan kami angkatan 16 yang diangkat menjadi pengurus Himmah. Di sela-sela ramainya pengurus Himmah saat itu ponselku berdering dan Bp Feni muncul di layar, sedang meneleponku.

“Halo Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam, selamat ulang tahun mba Yayang!”

“Semoga menjadi anak yang sholehah, yang nurut sama orangtua, semakin sayang sama mamih, sama dede Feni...” dan berbagai untaian doa yang aku tak menyangka bahwa akan menjadi doa terakhir kalinya.

“Aamin iya, makasih pak...”

“Bapak ngirimin pulsa, dipakai baik-baik ya.. ini lagi dimana?”

“Iya, sudah masuk kok. Makasih pak.”

“Lagi di kantor Himmah, organisasi pers itu, lagi pelantikan..”

“Oh ya sudah, hati-hati ya pulangnya...”

Dan semua kenangan itu, semua ucapan ulang tahun itu, baru terasa sangat kurindukan saat dirinya sudah tiada. Lelaki paling sabar yang pernah aku temui. Lelaki paling sabar yang pernah ada dalam hidupku. Aku tak pernah menyangka bahwa kami akan berpisah selamanya. Aku benar-benar tak pernah menyangka.

Dan...

Pada usiaku yang menginjak 20 tahun ini, aku ingin menulis sebuah surat yang tak akan mungkin Bapak baca. 

Untuk : Bapak Aning Tri Prayitno
Pertama-tama aku mau ngucapin, terima kasih, beribu terima kasih atas kehadiranmu dalam hidup aku dan mamih. Terima kasih telah menerima kami, perempuan-perempuan sok kuat ini, dalam kehidupanmu.
Terima kasih telah mencintai mamih aku dengan tulus dan sabar. Terima kasih telah menyayangi aku dan sabar dengan kelakuanku yang menyebalkan.
Aku benar-benar minta maaf karena selama ini aku tidak pernah menjadi anak yang berbakti, anak perempuan yang berbakti...sama sekali tidak pernah.
Bahkan saat napas terakhirmu berhembus pun aku tidak ada di sana, di sampingmu. Aku tidak mengantarmu ke tempat peristirahatan terkahirmu. Aku bahkan belum meminta maaf secara jelas.
Aku tahu, semua tangisan ini sia-sia. Namun aku tak bisa menghentikan air mata ini jika aku mengingat dosa-dosaku padamu, Bapak.
Berapa kali aku memanggilmu dengan sebutan Bapak secara langsung tanpa embel-embel Bapak Feni?
Maafkan aku yang tak sepenuhnya mencintaimu sebagai ayah dan suami dari mamihku. Karena, selama ini kata ‘ayah’ hanyalah bayangan abu-abu bagi aku.
Bapak, telah pulang ke rahmatnya hari Jumat sebelum salat Jumat dilaksanakan. Semoga arwah dan amal ibadahmu diterima oleh Allah SWT.
Salam dari anak tirimu yang sudah Bapak anggap sebagai anak kandungmu.
Maafkan aku, mamih, dedek Feni, dan semua keluarga yang mencintaimu.
Terima kasih telah hidup dan mewarnai kehidupanku.


- Yogyakarta, 12 September 2018 -

Komentar