You're different (1)

You're Different
(Bobhi and Bihi fanfiction)

 Cast : 
- Solo singer Lee Hi as Lee Hayi
- iKON's B.I as Kim Hanbin / B.I
- iKON's Bobby as Kim Jiwon / Bobby 

ENJOY READING.



"YAH ! KIM HANBIN! BANGUN!!!" suara yang sangat familiar lagi-lagi mengganggu tidur gue. Harus gimana lagi? Itu suara ibu gue.
Gue mencoba membuka mata sambil yah ngulet-ngulet gajelas dan
BYAR!!
Mampus. Lagi-lagi ibu nyiram gue
"EOMMA!!!!! Ini kan hari minggu!!" teriakku kesal.

"Kamu itu udah janji mau nemenin eomma ke pasar hari ini! Janji tetep janji KIM HANBIN!!" dengan begitu ibu keluar kamar gue.
BRAK!
"Heiz." Decak gue melihat ibu menutup pintu kamar dengan 'cukup' kasar.
Gue langsung ambil selimut bergambar Mickey Mouse yang basah karena siraman gayung ibu yang sukses mengacaukan pagi di hari Minggu kesayangan.
Lagian salah gue juga sih pake janji-janji nemenin ibu ke pasar Minggu ini biar dapet izin main ke tempat anak-anak jalanan nge-rapp sama si babi.
SEPLAK!
SEPLAK!
Gue kibaskan selimut kesayangan gue itu sebelum menaruhnya di pagar balkon kamar gue.
Minggu pagi yang cerah.
"Wah...."
DEMI! Dari kapan ada cewek cantik di kompleks perumahan?
Bukan-bukan!
Dari kapan ada cewek cantik jadi tetangga gue?!!!
Mulut gue mangap gak jelas.
"Cantik banget...." Gumam gue saat melihat cewek berambut coklat gelap itu sedang menyiram bunga di halaman rumahnya. Rumah itu bersebrangan sama rumah gue. Eh, bukannya itu rumah Tuan Nam?
Itu kan rumahnya Nam Joohyuk?
Kakak kelas yang populernya gak ketulungan. Tapi, dari kapan dia punya adik cewek? Dia kan anak tunggal.
"HANBIN!!!"
Lagi-lagi suara ibu mengganggu.
"Ne eomma!"
***
"Lee Hayi-ssi?" suara guru Park membuat semua anak di kelas melihat si gadis yang sedang mengacungkan tangannya. Lagi-lagi Lee Hayi. Pikir mereka sambil meringis kecut.
Hayi mengangguk sebelum berjalan ke arah papan tulis dan menuliskan jawaban soal fisika yang menjadi kuis hari ini.
Guru Park tersenyum senang dan menuliskan nilai Hayi pada buku-nya.
"Terima kasih Lee Hayi-ssi. Kau memang bisa diandalkan."
"Ne. Gamsahamnida." Ucap gadis itu sedikit membungkuk lalu kembali ke tempat duduknya.
"Yah! Kenapa kau sangat pintar?" gadis yang duduk disamping Hayi mengerucutkan bibirnya sambil menatap Hayi yang tersenyum.
"Semua orang pintar, Lee Suhyun. Nanti kuajarkan rumus ini. Oke?" jawab Hayi membuat gadis bermata sipit itu mengangguk senang.
"Hayi eonni memang kesayanganku!!" ujar gadis itu membuat keduanya cekikikan.
***
"Bob lo belum berangkat kan? Jemput gue gih." Hanbin memakan sarapannya dengan gugup. Wajahnya harus ia dekatkan dengan ponsel yang tergeletak di meja makannya.
"Sudah ibu bilang jangan tidur terlau malam!!" nyonya Kim terus merutuk sambil memakaikan dasi anaknya.
"What the heck?! Gue udah di sekolah cuk!" suara diseberang telepon memaki.
"KIM JIWON KAU MENGUMPAT?!" teriakan nyonya Kim langsung membuat sambungan telepon itu terputus.
Hanbin tertawa terbahak.
"Hanbin oppa selalu merepotkan." Suara gadis kecil yang sedang asyik memakan sarapannya membuat sang ibu tertawa.
"Yah. Kim Hanbyul." Suara jengkel Hanbin hanya dijawab dengan cibiran bibir mungil gadis kecil berusia 6 tahun itu.
Pemuda itu langsung berlari keluar rumah setelah semuanya siap. 15 menit dan pintu gerbang sekolah akan tertutup.
***
"Pak~~~" lagi-lagi Hanbin merengek membuat wajah memelas.
Lee Sang Sik, satpam sekolah yang garang itu akhirnya mendesah dan membukakan pagar setinggi 15 meter itu untuk Kim Hanbin.
"Karena ini pertama kalinya jadi saya biarkan kamu masuk—"
"Kim Hanbin." Ujar Hanbin cepat lalu pemuda itu membungkuk beberapa kali sambil mengucapkan terimakasih sebelum berlari kearah kelasnya yang berada di lantai dua.
3-11
Sekolah sudah sepi itu artinya semua murid sudah memulai pelajaran.
3-11
Hanbin terus mencari kelasnya hingga sosok guru killer itu terlihat dari jendela.
Choi Seung Hyun.
Guru seni rupa yang super galak sudah berada dikelasnya. Guru yang tinggi dan tampan itu sedang memperlihatkan beberapa gambar seni dari Eropa.
"Anyeonghaseyo." Hanbin berdiri diambang pintu sambil membungkuk.
Guru Choi mendesah pelan.
"Masuk." Suara beratnya memecah keheningan.
Hanbin berterima kasih lalu langsung duduk dikursinya, dimana Bobby sedang menahan tawa.
"Sialan lo!" umpatnya pada pemuda bergigi kelinci yang hanya memeletkan lidahnya pada Hanbin. 


"YAH ! KIM HANBIN! BANGUN!!!" suara yang sangat familiar lagi-lagi mengganggu tidur gue. Harus gimana lagi? Itu suara ibu gue.
Gue mencoba membuka mata sambil yah ngulet-ngulet gajelas dan
BYAR!!
Mampus. Lagi-lagi ibu nyiram gue
"EOMMA!!!!! Ini kan hari minggu!!" teriakku kesal.
"Kamu itu udah janji mau nemenin eomma ke pasar hari ini! Janji tetep janji KIM HANBIN!!" dengan begitu ibu keluar kamar gue.
BRAK!
"Heiz." Decak gue melihat ibu menutup pintu kamar dengan 'cukup' kasar.
Gue langsung ambil selimut bergambar Mickey Mouse yang basah karena siraman gayung ibu yang sukses mengacaukan pagi di hari Minggu kesayangan.
Lagian salah gue juga sih pake janji-janji nemenin ibu ke pasar Minggu ini biar dapet izin main ke tempat anak-anak jalanan nge-rapp sama si babi.
SEPLAK!
SEPLAK!
Gue kibaskan selimut kesayangan gue itu sebelum menaruhnya di pagar balkon kamar gue.
Minggu pagi yang cerah.
"Wah...."
DEMI! Dari kapan ada cewek cantik di kompleks perumahan?
Bukan-bukan!
Dari kapan ada cewek cantik jadi tetangga gue?!!!
Mulut gue mangap gak jelas.
"Cantik banget...." Gumam gue saat melihat cewek berambut coklat gelap itu sedang menyiram bunga di halaman rumahnya. Rumah itu bersebrangan sama rumah gue. Eh, bukannya itu rumah Tuan Nam?
Itu kan rumahnya Nam Joohyuk?
Kakak kelas yang populernya gak ketulungan. Tapi, dari kapan dia punya adik cewek? Dia kan anak tunggal.
"HANBIN!!!"
Lagi-lagi suara ibu mengganggu.
"Ne eomma!"
***
"Lee Hayi-ssi?" suara guru Park membuat semua anak di kelas melihat si gadis yang sedang mengacungkan tangannya. Lagi-lagi Lee Hayi. Pikir mereka sambil meringis kecut.
Hayi mengangguk sebelum berjalan ke arah papan tulis dan menuliskan jawaban soal fisika yang menjadi kuis hari ini.
Guru Park tersenyum senang dan menuliskan nilai Hayi pada buku-nya.
"Terima kasih Lee Hayi-ssi. Kau memang bisa diandalkan."
"Ne. Gamsahamnida." Ucap gadis itu sedikit membungkuk lalu kembali ke tempat duduknya.
"Yah! Kenapa kau sangat pintar?" gadis yang duduk disamping Hayi mengerucutkan bibirnya sambil menatap Hayi yang tersenyum.
"Semua orang pintar, Lee Suhyun. Nanti kuajarkan rumus ini. Oke?" jawab Hayi membuat gadis bermata sipit itu mengangguk senang.
"Hayi eonni memang kesayanganku!!" ujar gadis itu membuat keduanya cekikikan.
***
"Bob lo belum berangkat kan? Jemput gue gih." Hanbin memakan sarapannya dengan gugup. Wajahnya harus ia dekatkan dengan ponsel yang tergeletak di meja makannya.
"Sudah ibu bilang jangan tidur terlau malam!!" nyonya Kim terus merutuk sambil memakaikan dasi anaknya.
"What the heck?! Gue udah di sekolah cuk!" suara diseberang telepon memaki.
"KIM JIWON KAU MENGUMPAT?!" teriakan nyonya Kim langsung membuat sambungan telepon itu terputus.
Hanbin tertawa terbahak.
"Hanbin oppa selalu merepotkan." Suara gadis kecil yang sedang asyik memakan sarapannya membuat sang ibu tertawa.
"Yah. Kim Hanbyul." Suara jengkel Hanbin hanya dijawab dengan cibiran bibir mungil gadis kecil berusia 6 tahun itu.
Pemuda itu langsung berlari keluar rumah setelah semuanya siap. 15 menit dan pintu gerbang sekolah akan tertutup.
***
"Pak~~~" lagi-lagi Hanbin merengek membuat wajah memelas.
Lee Sang Sik, satpam sekolah yang garang itu akhirnya mendesah dan membukakan pagar setinggi 15 meter itu untuk Kim Hanbin.
"Karena ini pertama kalinya jadi saya biarkan kamu masuk—"
"Kim Hanbin." Ujar Hanbin cepat lalu pemuda itu membungkuk beberapa kali sambil mengucapkan terimakasih sebelum berlari kearah kelasnya yang berada di lantai dua.
3-11
Sekolah sudah sepi itu artinya semua murid sudah memulai pelajaran.
3-11
Hanbin terus mencari kelasnya hingga sosok guru killer itu terlihat dari jendela.
Choi Seung Hyun.
Guru seni rupa yang super galak sudah berada dikelasnya. Guru yang tinggi dan tampan itu sedang memperlihatkan beberapa gambar seni dari Eropa.
"Anyeonghaseyo." Hanbin berdiri diambang pintu sambil membungkuk.
Guru Choi mendesah pelan.
"Masuk." Suara beratnya memecah keheningan.
Hanbin berterima kasih lalu langsung duduk dikursinya, dimana Bobby sedang menahan tawa.
"Sialan lo!" umpatnya pada pemuda bergigi kelinci yang hanya memeletkan lidahnya pada Hanbin.

tbc...




Komentar